Cahaya Quran di Tanah Nuu Waar

Cahaya Quran di Tanah Nuu Waar

Belajar Quran dari Sorong hingga Raja Ampat

Dini hari pada 10 Februari lalu, dalam upaya pengentasan buta aksara Quran, Ustadz Fatih Karim, para trainer dan kru Cinta Quran berangkat menuju Kota Sorong, Papua Barat. Setelah 10 jam perjalanan ditempuh, Tim Cinta Quran tiba di Bandara Dominique Edward pada sore harinya dan disambut dengan hangat oleh panitia lokal setempat.

Meski dengan medan dan fasilitas yang cukup sulit dipenuhi selama proses penyiapan kelas, panitia setempat bersama Tim Cinta Quran tetap mempersiapkan dengan maksimal pelatihan membaca Quran ini. Bagi kami, di mana pun dan kapan pun kegiatan program Indonesia Bisa Baca Quran harus selalu membuat proses belajar dan mengajar sesuai dengan tujuannya.

Alhamdulillah, selama di Kota Sorong kami dapat membuka 1 kelas pelatihan baca Quran yang diselenggarakan di Masjid Al-Amin. Dalam kelas ini terdapat 25 orang peserta pelatihan dari penduduk di sekitar Kota Sorong. Kemudian ada juga1 kelas yang dibuka di Kabupaten Sorong dan dihadiri oleh 23 peserta pelatihan.

Pada hari kedua, kami melaksanaka pelatihan di Lembaga Pemasyarakatan Sorong. Di Lapas ini syukur Alhamdulillah peserat semakin banyak yang diikutkan menjadi peserta selama 6 jam pelatihan . Total peserta di Lapas Sorong mencapai lebih dari 80 orang yang dilaksanakan dalam 2 kelas berbeda.

Pada hari ketiga, Tim Cinta Quran beranjak dari daratan pulau Irian untuk kemudian melanjutkan mengadakan kelas pelatihan ke Kabupaten Raja Ampat. Suatu pulau dan wilayah perairan yang begitu indah dan dikenal banyak orang sehingga menjadi destinasi wisata, baik oleh pengunjung domestik mau pun mancanegara. Di Raja Ampat juga peserta tidak kalah banyak dengan di Kota Sorong, yakni mencapai 62 orang peserta pelatihan. Tak ketinggalan para trainer Cinta Quran dan kru menikmati keindahan pantai yang Allah Hamparkan dengan pemandangan yang luar biasa tersebut.

 

Membangun Jiwa Qurani Suku Kokoda

Salah satu suku asli di Bumi Nuu Waar, Papua, adalah suku Kokoda. Ia merupakan suku lokal yang bermukim di Provinsi Papua Barat. Meskipun sepanjang luas tanah Papua memiliki kekayaan alam yang begitu melimpah dan patut disyukuri, namun masih banyak dari penduduk lokal, termasuk suku Kokoda, yang belum dapat terpenuhi kebutuhan kesehariannya. Penduduk juga berkisah bahwa mereka sebelumnya banyak tinggal di daerah dataran tinggi atau perbukitan. Namun dengan banyaknya pembangunan, baik itu tambang maupun proyek-proyek infrastruktur, menyebabkan mereka secara tidak langsung terusir dari pedalaman tempat mereka berasal. Akhirnya rumah-rumah mereka pun berdiri di tempat yang tak layak, bahkan tak jarak di dekat rawa.

Suku yang banyak bermatapencaharian sebagai pencari batu karang atau bertani ini banyak memeluk agama Islam. Namun, karena pendidikan yang belum merata dirasakan, menjadikan banyak dari suku Kokoda belum bisa membaca Quran. Bahkan tak sedikit juga yang belum cukup mengerti Bahasa Indonesia, apalagi membaca.

Dengan hadirnya program Indonesia Bisa Baca Quran di Sorong, menjadikan momen kali ini sebagai sebuah kesempatan belajar membaca Quran lebih mudah dan menyenangkan. Sebut saja Bu Rutsmayyah, seorang nenek 60 tahun asli Papua yang dengan semangat dan turut aktif selama kelas pelatihan. Padahal dengan umur yang sudah kepala enam ini, tidak banyak orang tua yang memiliki kemauan untuk belajar lagi. Atau ada juga Pak Ahmad, seorang yang ditokohkan di kalangan suku Kokoda yang dengan sedih bercerita tentang keadaan muslimin dan pendidikan Islam di Sorong yang sangat kekurangan guru ngaji untuk menjaga perkembangan Islam di sana.

Merindu Nuansa Quran di Nawangan Pacitan

Merindu Nuansa Quran di Nawangan Pacitan

Sambutan Hangat Pak Mukhlis

Pak Mukhlis adalah seorang lak-laki paruh baya yang lumpuh salah satu kakinya, sehingga beliau menggunakan kruk untuk membantunya berjalan dengan baik. Yang unik dari beliau bukan tentang kelumpuhannya, tapi bahwa ia merupakan salah satu volunteer turut membantu program gerakan Indonesia Bisa Baca Quran di Kabupaten Pacitan. Kekurangan yang beliau miliki, bukan menjadi halangan untuk beliau beraktifitas, justru menjadi semangat tersendiri dalam kesehariannya.

Hebatnya lagi, meski medan jalan pedesaan Nawangan ini cukup payah dilalui, Pak Mukhlis sudah mengakalinya. Untuk bepergian jauh, beliau memiliki mobil tua yang sudah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga bisa dikendarai hanya dengan menggunakan tangan. Juga terdapat motor dengan seat samping dua roda yang beliau kendarai di keseharian ketika tidak terlalu banyak barang bawaan.

Sejak kedatangan Crew Cinta Quran pada 12 Februari 2018 Pagi di Klaten hingga menuju Pacitan, kami memanggilnya dengan panggilan “Pak Bambang”. Lucuya, setelah beberapa hari di Desa Nawangan, ternyata orang-orang sekitar mengenal beliau dengan nama “Mukhlis”. Tanpa memperdalam sebab musabab atau bertanya nama asli beliau, kami pun akhirnya ikut pula memanggil beliau dengan sebutan itu.

 

Semangat Kembali Mengaji

Nawangan merupakan suatu Kecamatan di Kabupaten Pacitan, Provinsi Jawa Timur. Karena jaraknya begitu jauh dari perkotaan, kawasan ini juga minim memiliki jalan-jalan besar nan bagus untuk akses ke beberapa tempat berkumpulnya penduduk. Pun saat musim penghujan datang, mulai banyak jalan yang terkena longsoran tanah di atasnya sehingga lebih menyulitkan lagi dalam bertransportasi.

Namun daripada tentang infrasturktur, hal yang perlu Crew Cinta Quran khawatirkan di sana adalah tidak sedikit warga yang belum dapat membaca huruf latin (alphabet) serta kurangnya sumber daya manusia yang menjadi guru ngaji bagi masyarakat. Hal ini diungkapkan warga saat sesi terakhir dalam program Pelatihan Indonesia Bisa Baca Quran yang diselenggrakan selama 3 hari dan 4 tempat berbeda di Mbakalan, Netep, Ngromo dan Nawangan.

Semoga dengan kehadiran Cinta Quran di Kecamatan Nawangan dapat menjadi jalan kebaikan untuk para warga muslim Nawangan. Dukung terus Cinta Quran Foundation untuk terus istiqomah berjuang membebaskan Buta Aksara Quran di Indonesia dengan menghadirkan Satu juta kelas di seluruh penjuru
negeri.